27 February 2013


Salah satu masalah perekonomian di Indonesia adalah akses masyarakat kepada institusi keuangan. Jika merunut pada data World Bank, Global Financial Inclusian Index 2012, akses layanan finansial di Indonesia masih sangat rendah yaitu 20% dibandingkan negara maju yang tergabung dalam OECD. Rendahnya akses layanan finansial ini juga disebabkan oleh terbatasnya tingkat penetrasi perbankan. Untuk itu, inklusi keuangan (financial inclusion) diharapkan menjadi salah satu mekanisme dalam mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di Indonesia.

Hal itu mengemuka pada acara International Financial Inclusion Forum 2013, dengan tema “Aiming for An Inclusive Growth yang diselenggarakan oleh Bank Mandiri, Selasa 26/3/2013, di Jakarta.

Mewakili pemerintah, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Bambang Widianto, berkesempatan memaparkan tentang “Peran Financial Inclusion Dalam Penanggulangan Kemiskinan: Mendorong KUR untuk lebih Pro-Poor”. Bambang mengungkapkan, tugas bank adalah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), sedangkan pemerintah bertugas untuk menentukan target atau kepada siapa kredit itu diberikan. Masih belum maksimalnya program KUR bukan hanya disebabkan oleh belum sampainya modal atau kredit untuk masyarakat miskin, tetapi juga masih rendahnya tingkat produktivitas masyarakat miskin tersebut. “ Untuk itu perlu adanya penggalian dan pengembangan potensi pengusaha kecil dan mikro,” papar Bambang.

Terkait dengan program penanggulangan kemiskinan dalam kerangka inklusi keuangan, peningkatan kerjasama antara perusahaan swasta dan pemerintah dapat terwujud dengan adanya branchless banking. Dalam rangka peningkatan keuangan inklusi pada program perbaikan dan perluasan KUR, penyaluran program bantuan sosial dapat dilakukan melalui lembaga keuangan.

Pentingnya peranan pemerintah, para pelaku, dan agen perbankan lainnya akan praktek inklusi keuangan di Indonesia juga menjadi perhatian serius Zulkifli Zaini, Direktur Utama Bank Mandiri. Ia berharap dengan adanya acara seperti ini dapat meningkatkan kepedulian pihak-pihak tersebut. “Dengan kontribusi perbankan Indonesia, penambahan pengguna jasa layanan keuangan bank dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” terang zulkifli. Inklussi keuangan ini diharapakan dapat membantu upaya-upaya pengurangan kesenjangan sosial dan jumlah masyarakat miskin di Indonesia.

Pada sesi diskusi bertemakan “Indonesia’s Experience on Financial Inclusion and The Regulatory Support” ini Zulkifli menambahkan bahwa penguatan pada sektor bank nasional masih belum sejalan dengan akses perbankan yang diterima masyarakat. Rendahnya aktifitas inklusi keuangan Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karena terbatasnya edukasi, terbatasnya akses terhadap transaksi pembayaran, terbatasnya akses tabungan, terbatasnya akses kredit, dan terbatasnya akses ke pelayanan asuransi. Upaya menguatan inklusi keuangan oleh Bank Mandiri dibuktikan melalui praktek Branchless Banking, salah satunya adalah sinergi antara Bank Mandiri dengan PT.Pos Indonesia, dimana Bank Mandiri membuka salah satu cabangnya di Kantor Pos Indonesia, sehingga memudahkan masyarakan dalam mengakses layanan perbankan.

Sementara itu, rendahnya akses kepada institusi keuangan juga dikarenakan jumlah perbankan yang masih kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk. Halim Alamsyah, Deputy Gubernur Bank Indonesia, menjelaskan, “Satu bank untuk melayani 11.398 orang”. Ia juga menawarkan suatu strategi inklusi keuangan guna mengurangi kemiskinan, yaitu melakukan edukasi, adanya aturan yang mendukung dan proteksi atau perlindungan kepada pelanggan.

Seminar sehari tersebut juga menghadirkan Prof.Dr.Abhijit V. Banerjee, sebagai pembicara utama, profesor dari MIT Economics, serta penulis buku Poor Economics, A Radical Rethinking of The Way to Fight Global Poverty.

Materi Terkait

Untuk melihat materi presentasi Sekretaris Eksekutif TNP2K pada IFIF 2013 silakan lihat disini.