Reform of Adaptive Social Protection System to All Situations and Conditions

02 June 2022


Pandemi Covid-19 yang terjadi selama kurang lebih 2 tahunan lebih telah berdampak sangat besar bagi seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Jutaan masyarakat merasakan kerugian dari adanya pandemi ini, terlebih bagi masyarakat kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, fakir miskin, wanita, dan disabilitas. Sistem perlindungan sosial yang inclusive, comprehensive, dan resilience pun menjadi hal yang sangat penting untuk dibentuk dan diterapkan sebagai upaya untuk memulihkan kondisi masyarakat pasca pandemi. Melalui webinar “Rethinking Social Protection Reform in the Post-Pandemic Recovery yang diadakan pada Kamis, 21 April 2022, para pembicara dan panelis dari berbagai negara memberikan tanggapannya terkait sistem perlindungan sosial seperti apa yang dapat dilakukan untuk memulihkan perekonomian masyarakat pasca pandemi.

Kegiatan webinar ini terbagi menjadi 2 sesi, dengan sesi pertama dimoderatori oleh Preechaya Kittipaisalsilpa. Sesi pertama dimulai dengan sambutan dari Tetsushi Sonobe, Ketua sekaligus CEO dari Asian Development Bank Institute (ADBI) yang juga merupakan penyelenggara dari webinar ini.  Pembicara pertama pada sesi ini adalah Stefano Scarpetta yang merupakan Direktur Ketenagakerjaan, Perburuhan, dan Sosial dari OECD. Stefano mengungkapkan bahwa untuk mengatasi krisis yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, menurutnya penting untuk memastikan sistem perlindungan sosial yang inclusive dan resilience yang meliputi 1) mencakup seluruh pekerja, termasuk pekerja di semua jenis pekerjaan, 2) manfaat dan layanan yang memadai guna memenuhi kebutuhan masyarakat, 3) kapasitas pengiriman untuk kelangsungan bisnis dan ketahanan yang lebih besar, serta 4) keberlanjutan dan pemerataan dalam pembiayaan.

Penasehat Senior Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dalam Urusan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan, Vivi Yulaswati, juga menjelaskan bahwa beberapa hal terkait dampak pandemi dan pentingnya sistem perlindungan sosial. Vivi menjelaskan terkait kondisi kerentanan yang meningkat secara global sebagai akibat dari beberapa hal seperti perubahan iklim, bencana alam, dan pandemi Covid-19. Selain itu, ia juga menjelaskan bagaimana risiko K-Shaped akibat pemulihan pandemi dan bagaimana pemberian vaksin Covid-19 secara massal dapat menjadi “game changer” guna memulihkan kondisi masyarakat, pembangunan ketahanan komunitas, bagaimana pentingnya perlindungan sosial yang adaptif, serta perancangan ulang transformasi ekonomi Indonesia yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Sesi pertama berakhir dengan paparan dari Tomoko Hayashi selaku Direktur Jenderal dari Biro Kesetaraan Gender di Kantor Kabinet Jepang. Tomoko membagikan pengalaman Jepang dalam melaksanakan jaring pengaman sosial (social safety net) selama pemulihan pasca pandemi berdasarkan kesetaraan gender. Ia juga membahas bagaimana Covid-19 memberikan dampak kepada perempuan, bagaimana kesenjangan upah antar gender, dan angka harapan hidup antara laki-laki dan perempuan di Jepang.

 

Gambar: Sesi pembuka

Sumber: Dokumentasi kegiatan

 

Sesi Kedua adalah sesi diskusi panelis yang dimoderatori oleh Elan Satriawan selaku Kepala Pokja Kebijakan, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Indonesia yang juga sekaligus Co-chair T20-Task Force 5. Panelis pertama yang memulai sesi ini adalah Paola Subacchi, Profesor sekaligus Ketua Dewan Penasihat pada Lembaga Kebijakan Global di Queen Mary, University of London. Paola menjelaskan bagaimana dampak pandemi Covid-19 pada sistem perlindungan sosial global seperti menciptakan kerentanan baru dan memperburuk permasalahan yang sudah ada, banyaknya masyarakat yang kehilangan pekerjaan, meningkatnya tekanan utang dan melonjaknya defisit fiskal, meningkatnya kemiskinan dan ketidaksetaraan di dalam dan antar negara, serta tanggapan pemerintah yang beragam dikarenakan sejumlah faktor termasuk kesiapan sistem perlindungan sosial dan ruang fiskal.

Panelis berikutnya adalah Amir Hamza Jilani, yaitu Spesialis Sektor Sosial, Divisi Pengembangan Manusia dan Sosial, Departemen Regional Asia Tenggara, Asian Development Bank (ADB). Beliau menjelaskan bagaimana pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar pada bidang sosial dan ekonomi di Asia Tenggara seperti melonjaknya kemiskinan dan pengangguran. Berbagai upaya untuk perlindungan sosial pun dilakukan seperti pemberian bantuan sosial, asuransi sosial, dan program pasar tenaga kerja. Selama melakukan upaya perlindungan sosial tersebut tentunya terdapat berbagai tantangan seperti cakupan perlindungan sosial yang rendah, alokasi pengeluaran untuk perlindungan sosial yang rendah, serta tingginya fragmentasi dan sistem yang masih belum berkembang. Dengan demikian, Amir melihat beberapa peluang reformasi perlindungan sosial di Asia Tenggara yaitu: 1) Covid-19 telah meningkatkan kesadaran dan permintaan akan perlindungan sosial yang tanggap terhadap guncangan, 2) meningkatnya permintaan untuk memperkuat dan mengintegrasikan sistem pemberian perlindungan sosial dengan lebih baik, 3) potensi keinginan yang lebih luas dalam perangkat pemerintah untuk mempertimbangkan reformasi yang diperlukan untuk pembiayaan berkelanjutan perlindungan sosial guna meningkatkan tingkat pengeluaran dan cakupan, serta 4) peluang untuk memperkuat sistem secara bertahap, mendukung inklusi, meningkatkan pemantauan dan evaluasi, dan mengeksplorasi solusi inovatif seperti pendekatan graduation.

John Piggott, Profesor Ekonomi sekaligus Direktur Australian Research Council (ARC), Centre of Excellence in Population Aging Research (CEPAR), University of New South Wales yang juga hadir sebagai panelis, menjelaskan mengenai bagaimana dampak pandemi Covid-19 pada perlindungan sosial kelompok lansia, terutama terkait pensiun. Beberapa dampak tersebut adalah adanya perubahan dalam beberapa hal seperti perubahan aset pensiun dan perubahan profil risiko seperti premi ekuitas sekarang lebih tinggi karena risiko global, suku bunga selalu rendah, harga rumah meningkat, dan peningkatan risiko inflasi. Oleh karena itu, Piggott menyatakan bahwa kebijakan yang ada perlu disusun kembali dengan meningkatkan perhatian kepada pensiun sosial.

 

Gambar: Sesi diskusi panelis

Sumber: Dokumentasi kegiatan

 

Selain itu, juga hadir Sudarno Sumarto, Peneliti Senior dan Penasihat Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Lembaga Penelitian SMERU Institut. Sudarno menyatakan bahwa pandemi Covid-19 memberikan dampak kepada masyarakat Indonesia terutama terkait dengan meningkatnya kemiskinan. Namun, pemerintah Indonesia berhasil membatasi kenaikan angka kemiskinan, dimana hal ini dikaitkan dengan mobilisasi sistem perlindungan sosial Indonesia untuk mengeluarkan bantuan sosial. Meskipun begitu, dampak pandemi Covid-19 masih terasa terutama bagi kelas menengah dan pekerja. Dalam paparannya, beliau juga menyatakan bahwa sampai batas tertentu, Indonesia memiliki sistem perlindungan sosial yang adaptif dan kemampuan untuk memperkenalkan beberapa fleksibilitas dan skalabilitas ke banyak program sosialnya. Namun, upaya ini masih bersifat ad hoc dengan sedikit dasar hukum yang diperlukan untuk menanggapi krisis di masa depan. Pada akhir penjelasannya, Sudarno menjelaskan beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan sistem perlindungan sosial di Indonesia yaitu 1) membuat daftar sosial yang andal dan menyiapkan mekanisme pembaruan dinamis, 2) memperluas cakupan untuk memasukkan mereka yang berisiko jatuh kembali ke dalam kemiskinan, serta 3) mempersingkat peraturan dengan mengintegrasikan program di seluruh pemerintah dan memperjelas struktur pendanaannya.

Panelis terakhir yang menjadi penutup sesi diskusi panelis adalah Tae Suk Lee, Kepala Unit Respons Kebijakan terhadap Perubahan Demografis, Korea Development Institute (KDI). Ia menjelaskan bagaimana kondisi pandemi Covid-19 di Korea dan upaya yang telah mereka lakukan untuk mengatasi situasi pandemi Covid-19 serta bagaimana upaya yang saat ini dilakukan untuk mengatasi situasi pandemi Covid-19, seperti menjaga dukungan bagi masyarakat yang kurang mampu untuk merespon pemulihan yang tidak merata dari Covid-19, meninjau reorganisasi kebijakan dukungan pengangguran, meninjau perluasan dukungan tunai untuk menanggapi perubahan demografis, serta konsolidasi fiskal progresif.

Kegiatan webinar ini ditutup oleh Lead Co-Chair Task Force 5 Lembaga Penelitian SMERU yaitu Asep Suryahadi. Dalam penutupnya, beliau mengatakan bahwa pandemi Covid-19 ini menjadi “Wake up call” dikarenakan dapat meningkatkan perhatian kepada sistem perlindungan sosial serta memberikan kesadaran untuk merancang sistem perlindungan sosial yang inclusive, comprehensive, dan resilience.

Bagi para pembaca yang tertarik dengan tema-tema seputar penanggulangan kemiskinan, silahkan kunjungi website TNP2K di www.tnp2k.go.id untuk mendapatkan produk-produk pengetahuan  terkait penanggulangan kemiskinan secara free. Selain itu ikuti juga akun  resmi media sosial sekretariat TNP2K di @tnp2k_official (Instagram), @tnp2k (twitter) untuk mendapatkan update info-info terkait produk pengetahuan terbaru dan info lainnya seputar penanggulangan kemiskinan.