FGD On Proposal Of Social Protection System For Working Age Group

14 March 2019


Indonesia merupakan salah satu negara yang secara global mengalami pertumbuhan rata-rata diatas 7 persen per tahun sebelum krisis ekonomi Asia. Akan tetapi, pertumbuhan tersebut antara 2007 dan 2016 turun menjadi sekitar 5,6 persen. Dengan pelambatan pertumbuhan ekonomi dan penurunan kemiskinan menyebabkan semakin bertambahnya tantangan yang dialami oleh penduduk Indonesia di sepanjang hayatnya, termasuk ketika usia kerja. Risiko, ketidakamanan, dan tantangan yang dialami oleh penduduk kelompok usia kerja menjadi perhatian penting dalam kebijakan perlindungan sosial di Indonesia mengingat kelompok tersebut juga perlu menyiapkan diri untuk masa tuanya (lanjut usia/lansia). 

Untuk menyiapkan masyarakat kelompok usia kerja menghadapi risiko diatas, Sekretariat TNP2K menyelenggarakan forum diskusi terfokus dengan tema “Sistem Perlindungan Sosial Indonesia Ke Depan Untuk Kelompok Usia Kerja” pada hari Kamis, 14 Maret 2019 bertempat di Hotel Ashley, Jakarta Pusat.

Sekretaris Eksekutif TNP2K Bambang Widianto dalam sambutannya menyampaikan bahwa pemerintah perlu menyediakan perlindungan sosial untuk kelompok usia kerja/produktif, “Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memikirkan kembali kelompok usia produktif/angkatan kerja dalam menghadapi bonus demografi. Pada akhirnya diharapkan perlindungan sosial dalam bentuk jaminan sosial dapat memberikan perlindungan yang memadai dari risiko-risiko yang dihadapi saat masa kerja sampai akhir hidupnya termasuk ketika kehilangan pekerjaan, tidak memiliki pekerjaan yang layak, mengasuh anak dan orang tua yang lanjut usia dan lain-lain. Selain itu, jumlah penduduk usia kerja juga terus bertambah, sehingga penting agar mereka memilki akses ke perlindungan sosial yang memadai” jelasnya.  
Selain itu, Sekretaris Eksekutif TNP2K juga menyampaikan bahwa ke depan, Indonesia perlu melangkah dari sistem perlindungan sosial yang hanya memberikan manfaat untuk penduduk miskin dan sebagian kecil pekerja, menuju sistem perlindungan sosial yang komperhensif dan inklusif, “Seiring waktu, Indonesia perlu menawarkan insentif bagi penduduk terutama mereka yang bekerja di sektor informal (pekerja Bukan Penerima Upah/BPU), untuk bergabung menjadi peserta dalam skema Jaminan Sosial Ketenagakerjaan jika mereka mampu untuk berkontribusi, dan pada akhirnya secara bertahap mengurangi persentase penduduk yang menerima perlindungan sosial melalui skema non-kontribusi/bantuan sosial”, paparnya.

Acara diskusi dimulai dengan paparan mengenai kajian dan usulan terkait perlindungan sosial ke depan bagi kelompok usia kerja, melalui jaminan ketenagakerjaan bagi pekerja BPU dari sektor informal.  Paparan disampaikan oleh Senior Spesialis Perlindungan Sosial Dyah Larasati, dan Spesialis Analis Kuantitatif Kebijakan Martin Siyaranamual dari Kelompok Kerja Kebijakan Bantuan Sosial.  Salah satu substansi yang dipaparkan pada adalah simulasi aktuaria sederhana untuk memberikan gambaran tabungan/simpanan yang harus dimiliki seseorang di kelompok usia kerja agar terhindar dari kemiskinan di usia tua.  Para pemapar menekankan pentingnya dilakukan upaya untuk meningkatkan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan, terutama untuk bukan penerima upah (BPU), yang saat ini masih sangat banyak belum memiliki jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsos TK) serta mendorong masyarakat mulai menabung sedini mungkin.

Selain itu, Direktur Perencanaan Strategis dan Teknologi Informasi, BPJS Ketenagakerjaan, Sumarjono memberikan paparan terkait berbagai upaya peningkatan kepesertaan di BPJS Ketenagakerjaan seperti gerakan Sadar Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang diikuti juga dengan inovasi teknologi penggunaan platform pembayaran elektronik. BPJS Ketenagakerjaan memiliki harapan besar untuk kedepannya perlu segera ada harmonisasi regulasi khususnya mengenai Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Kegiatan diskusi kemudian dilanjutkan dengan tanggapan dari Bappenas yang disampaikan oleh Direktur Perencanaan Kependudukan dan Perlindungan Sosial, Maliki, dan Kantor Staf Presiden, Kedeputian II Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi, dan Budaya Strategis, Jurist Tan. Kedua Penanggap sepakat bahwa kedepannya, pemerintah perlu terus memberikan perhatian pada pekerja sektor informal / BPU, misalnya melalui pengembangan program dan berbagai inovasi serta pemberian insentif, melakukan harmonisasi regulasi serta mendorong berbagai komunitas dimasyarakat agar dapat berperan aktif sebagai “agen” untuk mendorong masyarakat menabung untuk hari tua.  Bagi pekerja PU, penyesuaian porsi kontribusi pekerja dan pihak perusahaan untuk program-program Jamsos Ketenagakerjaan (JKK, JKM, JHT, JP) diusulkan dapat dipertimbangkan.

Peserta dalam kegiatan ini merupakan perwakilan dari Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait seperti Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian PPN/Bappenas, Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan juga badan pengelola program jaminan sosial, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. 

Selain itu, kegiatan diskusi juga dihadiri Staf Sekretariat TNP2K.  Masukan dan hasil diskusi pada kegiatan tersebut akan menjadi dasar bagi Tim Perlindungan Sosial, Pokja Kebijakan Banso, Sekretariat TNP2K  untuk meneruskan kajian mengenai perlindungan sosial bagi kelompok usia kerja ke depan. 

Informasi lebih lanjut mengenai perlindungan sosial kelompok usia kerja dapat ditemukan pada Buku Sistem “Perlindungan Sosial Indonesia Ke Depan: Perlindungan Sosial Sepanjang Hayat Bagi Semua”, Sekretariat TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan).