Assessing the Program for the Acceleration of Extreme Poverty Eradication, TNP2K and IBER Hold Discussions with Academics of Oxford, Harvard, and the TNP2K-Hub University

20 December 2022


Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) bersama Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) menggelar diskusi bersama akademisi dari berbagai kampus untuk membahas program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Dalam diskusi bertajuk "Menuju 0% Kemiskinan Ekstrem di Indonesia: Tantangan, Kebijakan, dan Solusi untuk Pertumbuhan Inklusif di Indonesia" yang digelar di Hotel Grand Mercure, Jakarta Pusat pada Kamis, 15 Desember 2022, sejumlah akademisi dan peneliti dari dalam dan luar negeri ikut terlibat.


Gambar 1. Paparan dari Prof. Sabina Alkire dari Oxford University
Sumber: Dokumentasi Kegiatan

Untuk pembicara dari luar negeri, TNP2K mengundang Profesor Rema Hanna dari Harvard University, Profesor Sabina Alkire dari Oxford University. Sementara dari dalam negeri sejumlah pembicara dari berbagai Universitas Negeri di Indonesia, hadir dalam acara tersebut.

“Forum ini merupakan bagian dari komitmen TNP2k untuk menyediakan semacam wadah kolaborasi antara Pemerintah dan pelaku non-pemerintah, dalam hal ini adalah pihak akademisi untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem” ujar Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Sekretariat Wakil Presiden selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Suprayoga Hadi, dalam sambutannya.

Suprayoga menerangkan, penghapusan kemiskinan ekstrem merupakan perintah langsung dari Presiden Joko Widodo seperti yang tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres ini telah terbit pada bulan Juni 2022.
Suprayoga berharap diskusi yang melibatkan akademisi nasional dan internasional ini dapat memicu peningkatan penelitian penghapusan kemiskinan ektrem yang ditargetkan menyentuh angka 0 persen pada tahun 2024. 

Lebih lanjut, Suprayoga menyebut diskusi ini menjadi penting dan mendesak karena pemerintah hanya memiliki tenggat dua tahun untuk menghapus kemiskinan ekstrem yang pada saat ini masih berada di angka 2 persen. Ia menyebut pemerintah memerlukan upaya secara “keroyokan” agar target terebut tercapai.

“Wakil Presiden selaku Ketua TNP2K selalu menyatakan di beberapa kesempatan bahwa penghapusan kemiskinan ekstrem ini harus dilakukan melalui upaya kolaborasi, sinergi, juga konvergensi yang melibatkan berbagai pihak yang kita kenal dengan nama penta helix,” ujar Suprayoga.

Penta helix merupakan model kerja sama yang melibatkan 5 aktor, yakni pemerintah, badan usaha, perguruan tinggi, masyarakat sipil, dan media. Menurut Suprayoga, peran media juga masuk dalam kerangka pentahelix yang berperan penting untuk memastikan informasi-informasi dari pemerintah dapat menjangkau masyarakat luas. Sehingga sebagai sumber informasi yang akan disampaikan pada masyarakat, humas dari Kementerian dan Lembaga (K/L) harus melakukan amplifikasi program dari K/L masing-masing. Harapannya dengan mekanisme keterbukaan informasi yang masif, masyarakat mendapat informasi yang cukup tentang program-program penghapusan kemiskinan ekstrem.

Terakhir, Suprayoga berharap dengan adanya kolaborasi ini, TNP2K dapat membuat program yang dapat mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Terlebih lagi, Suprayoga menyebut lembaganya sudah menjadi “think-tank” untuk penanggulangan kemiskinan selama 12 tahun terakhir.

“Semakin banyak kolaborasi dan konvergensi yang dilakukan oleh Pemerintah dan pelaku non-pemerintah, akan mempunyai imbas atau mendapatkan dampak positif pada pencapaian target kecepatan penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia,” tandas Suprayoga.