Covid-19 as a Momentum to Improve Social Protection System: Lesson Learned from Research Evidence

30 September 2020


Pandemi COVID-19 yang terjadi saat ini menyebabkan krisis pada berbagai sektor kehidupan. Salah satunya pada sektor ekonomi. Kebijakan pembatasan sosial sebagai respon pencegahan penularan virus COVID 19 menyebabkan ekonomi menjadi melambat dan kemudian mengalami kontraksi dan bahkan terjadi resesi. Banyak orang yang terpaksa harus di PHK dan kehilangan pekerjaannya akibat krisis ini. Peran sistem perlindungan sosial tentunya sangat diperlukan untuk membantu masyarakat agar dapat tetap bertahan dalam situasi yang tidak menentu. 

Pada hari Selasa, 22 September 2020, Ketua Tim Kebijakan TNP2K Elan Satriawan hadir sebagai moderator dalam kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh The Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab (JPAL) – South East Asia yang juga bekerja sama dengan TNP2K dengan tema “Program Perlindungan Sosial di Masa COVID 19: Apa yang dapat Dipelajari dari Bukti yang Ada?” yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Webinar. 

Gambar: Webinar JPAL- South East Asia yang Bertemakan “Program Perlindungan Sosial di Masa COVID 19: Apa yang dapat Dipelajari dari Bukti yang Ada?
Sumber: TNP2K, 2020

Kegiatan ini dibuka oleh sambutan dari Lina Marliani selaku Direktur Eksekutif JPAL-South East Asia dan juga Kirsten Bishop selaku Minister Counselor: Governance and Human Development Branch Australian Embassy Jakarta. 

Dalam sambutannya Lina mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk dukungan JPAL terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam memitigasi dampak COVID 19 “Webinar yang kami selenggarakan hari ini bertujuan untuk terus mendukung langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam memitigasi dampak COVID 19 terutama dalam memperkuat program perindungan sosial”.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu yang hadir sebagai narasumber menjelaskan bahwa pandemi ini telah menyebabkan “efek domino” negatif pada sektor-sektor penyangga kehidupan lainnya selain kesehatan yaitu sosial, ekonomi, dan finansial. 

Kementerian Keuangan sendiri telah merelokasi anggaran sebanyak 87,55 Triliun rupiah untuk menangani sektor kesehatan dan 607,65 Triliun rupiah untuk program pemulihan ekonomi yang didalamnya termasuk program-program perlindungan sosial, diantaranya Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), diskon tarif listrik, Program Kartu Pra-Kerja, dan Dana Desa. 

Menurutnya, keadaan pandemi COVID 19 saat ini merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan dan juga meningkatkan kualitas dari sistem perlindungan sosial yang ada saat ini. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah peningkatan sistem penargetanmenjadi lebih tepat sasaran, penyederhanaan proses pencairan bantuan, dan peningkatan kualitas infrastruktur serta koordinasi lembaga. 

Selain Febrio Kacaribu, hadir pula sebagai narasumber yaitu Rema Hanna, Direktur Ilmiah JPAL SEA (Harvard University) dan Benjamin Olken, Direkur Ilmiah JPAL SEA (MIT). Remma dan Ben memaparkan hasil studi dan penelitian yang mereka lakukan terkait dengan sistem perlindungan sosial di berbagai negara termasuk Indonesia.

Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa keadaan yang sangat tidak menentu saat ini, membutuhkan adanya peningkatan perlindungan sosial dalam skala besar. Reformasi sistem perlindungan sosial menjadi sistem yang lebih fleksibel juga amat diperlukan agar kedepannya sistem perlindungan sosial dapat langsung beradaptasi terhadap goncangan-goncangan seperti yang sedang terjadi saat ini. 

Webinar dihadiri oleh lebih dari 300 peserta yang juga antusias dalam melemparkan pertanyaan pada sesi tanya jawab sehingga diskusi dalam webinar ini menjadi sangat menarik. Webinar ini juga menyediakan juru Bahasa isyarat serta penerjemah untuk mendukung akses keterbukaan informasi bagi semua. (KM)