Expansion of Social Protection Programs in Improving Elderly Welfare

14 December 2020


Pada tahun 2020, terdapat 9,92 persen masyarakat Indonesia yang masuk ke dalam kelompok lanjut usia (lansia) (BPS, 2020). Kelompok ini merupakan salah satu kelompok yang rentan, baik dari segi kesehatan maupun ekonomi. Lansia dinilai lebih rentan terhadap penyakit, termasuk pada penularan Covid-19. Di samping itu, data dari BPS menunjukkan bahwa angka kemiskinan pada kelompok lansia lebih tinggi dari pada kelompok penduduk usia kerja, dan angka ini terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Masalah ini diperparah oleh adanya wabah Covid-19 yang menyerang Indonesia sejak awal tahun 2020. Oleh karena rentannya kelompok ini, perlu perhatian khusus dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka.


Gambar 1. Acara Seminar Nasional "Resolusi SPN untuk Reformasi Hukum Ketenagakerjaan dan Penegakan Hukum"|
Sumber: TNP2K, 2020

Masalah ini dibahas oleh Dyah Larasati, Koordinator Kebijakan Bantuan Sosial dan Jaminan Sosial Ketenagaerjaan Sekretariat TNP2K, dalam seminar bertema “Resolusi SPN untuk Reformasi Hukum Ketenagakerjaan dan Penegakan Hukum”. Seminar ini diselenggarakan pada 10 Desember 2020, yang bertempat di Favehotel Sidoarjo. Para peserta pada acara ini juga dapat hadir secara daring melalui aplikasi Zoom maupun streaming pada sosial media Facebook.

Dyah mengatakan, program perlindungan sosial seharusnya menyentuh semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, pekerja, penyandang disabilitas, sampai lansia. Akan tetapi, program perlindungan sosial belum tersentuh ke semua golongan masyarakat. “Program perlindungan sosial seharusnya melindungi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan”, ungkap Dyah.

Dalam paparannya, Dyah menyampaikan rekomendasi terkait masalah ini. Pertama, Dyah berharap agar pemerintah terus memperbaiki program bantuan sosial (bansos). “Ketepatan sasaran program bansos harus ditingkatkan, sehingga dapat melindungi semua masyarakat yang miskin dan rentan”, ucap Dyah. 

Kedua, Dyah juga berharap adanya peningkatan kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) kepada para pekerja. Dengan adanya Jamsostek, para pekerja dapat meningkatkan keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, sampai hari tua. Saat ini, Jamsostek memiliki empat program, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kematian (JK).

Peningkatan kepesertaan Jamsostek dinilai penting, mengingat jumlah kepesertaan dalam program ini sangat kecil. Pada tahun 2020, hanya 39 persen pekerja formal dan 6,2 persen pekerja informal yang ikut dalam kepesertaan Jamsostek. Hal ini diperparah dengan adanya wabah Covid-19, yang meningkatkan persentase pekerja informal dari 56 persen ke 60 persen. “Seharusnya, semua kelompok masyarakat mempunyai akses ke jaminan sosial”, ungkap Dyah

Pada seminar ini, mayoritas peserta yang hadir adalah perwakilan serikat buruh dan pengurus Serikat Pekerja Nasional (SPN) se-Jawa Timur. Pada akhir paparannya, Dyah berharap agar para serikat pekerja dapat ikut serta dalam mendorong kepesertaan Jamsostek bagi para pekerja, baik di sektor formal maupun sektor Informal. Selain Dyah, narasumber yang turut hadir dalam acara ini adalah Yohanes Saman, Dewan Pemimpin Pusat SPN; Djoko Ismono, dosen Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra; Retno Pratiwi, Direktur Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan; dan Pramudya Iriawan Buntoro, Deputi Direktur Bidang Aktuaria BPJS Ketenagakerjaan. (KM)