Improving Social Protection Program Performance with Administrative Data

29 January 2021



Gambar 1. Paparan dari Sudarno Sumarto selaku Penasihat Kebijakan TNP2K
Sumber: TNP2k, 2020

Program perlindungan sosial merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan. Saat ini, program perlindungan sosial yang sedang berjalan yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai, Kartu Prakerja, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Dana Desa, Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Subsidi Gaji, dan Subsidi listrik. Pemerintah terus berupaya agar program bantuan ini tepat sasaran. Pertanyaannya, bagaimana cara terbaik agar bantuan-bantuan tersebut sampai kepada masyarakat yang berhak? 

Masalah ini dibahas pada webinar “Using Admin Data to Improve Social Protection in Indonesia” pada tanggal 26 Januari 2021 yang diadakan oleh J-Pal Southeast Asia secara daring melalui aplikasi Zoom. Dalam acara tersebut, Sudarno Sumarto selaku Penasihat Kebijakan di Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menerangkan, penggunaan data administratif dapat membantu pemerintah dalam menentukan masyarakat yang berhak dalam memperoleh bantuan. Bahkan, data administratif bisa mengurangi potensi dana yang hilang akibat korupsi atau kebocoran. Di Indonesia, data administratif yang digunakan untuk program perlindungan sosial dinamakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). 

Lebih lanjut, Sudarno mengatakan bahwa pemerintah menggunakan metode Proxy Mean Test (PMT) dalam meminimalisasi adanya potensi manipulasi data, sehingga target penerima manfaat menjadi lebih tepat sasaran. Ia juga mengatakan bahwa penggunaan machine learning bisa digunakan kedepannya untuk lebih meningkatkan akurasi pada data.

Selain digunakan dalam penentuan penerima manfaat pada program perlindungan sosial, data administratif juga berguna untuk fungsi evaluasi. CEO Asakreativita Vivi Alatas mengatakan, dengan adanya data administratif, kita bisa mengevaluasi program dengan menganalisis data yang ada. Evaluasi sangat dibutuhkan agar kita bisa memperbaiki kelemahan dari pelaksanaan program yang sebelumnya dilakukan. “Kita perlu tahu apakah suatu program tepat sasaran, apakah tepat jumlah bantuannya, apakah tepat waktu, digunakan untuk apa, dan lain-lain”, ungkap Vivi.

Selain Sudarno dan Vivi, webinar ini juga dihadiri oleh Rema Hanna, peneliti J-PAL; Benjamin Olken, peneliti J-PAL; Lars Vilhuber, Ekonom dari Cornell University. Sampai acara ini selesai, webinar ini dihadiri oleh sekitar 400 peserta. (KM)