Lokakarya: Evaluasi Kebijakan Pengentasan Masyarakat dari Kemiskinan dan Program Raskin

29 January 2014


Alokasi APBN 2014 untuk Program Subsidi Beras bagi Keluarga Berpendapatan Rendah (Raskin) mencapai Rp 18,8 triliun. Sementara jumlah penduduk miskin per September 2013 adalah 28,55 juta jiwa (11,5%), program Raskin 2014 mencakup 25 persen rumah tangga yang status sosial ekonominya paling bawah. Pagu rumah tangga sasaran (RTS) Raskin 2014 tersebut sama dengan pagu RTS 2013 yaitu, 15,5 juta RTS yang bukan hanya mencakup rumah tangga miskin tapi juga rentan.

Program Raskin telah dilaksanakan selama 15 tahun, dalam pelaksanaanya cukup banyak permasalahan yang memengaruhi kinerja program tersebut. Pemerintah telah melakukan perbaikan beberapa aspek pelaksanaan program, seperti penentuan pagu daerah sesuai jumlah RTS, penerbitan daftar nama alamat RTS yang merujuk pada Basis Data Terpadu (BDT), dan penggunaan kemasan beras 15 kg. Namun indikator kinerja program belum sepenuhnya tercapai akibat berbagai variasi dan dinamika di lapangan.

Menyadari kompleksitas dan dimensi permasalahan tersebut, Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonom Indonesia (ISEI) melaksanakan Lokakarya Nasional tentang “Evaluasi Program Raskin,” yang diadakan pada 20 Januari 2014, lalu, bertempat di Gedung BULOG, Jakarta Selatan, yang mengundang empat narasumber, yaitu: Gazali Situmorang (Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat), Sutarto Alimoeso (Direktur Utama Perum BULOG, Suahasil Nazara (Ketua ISEI dan Guru Besar FEUI), Sri Kusumastuti Rahayu, (Kepala Pokja Pengendalian Klaster 1, Sekretariat TNP2K).

Gazali Situmorang menyampaikan bahwa tujuan program Raskin adalah memenuhi sebagian kebutuhan pangan beras kelompok masyarakat berpendapatan rendah mengingat makanan merupakan 65% komponen makanan mereka, yang salah satunya adalah beras (29%). Beliau pun menyatakan bahwa dalam pelaksanaan penyaluran Raskin diperlukan kerjasama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sehingga beras tersalurkan ke RTS.

Sutarto Alimoeso menekankan, “Kebijakan Raskin bukan hanya untuk di tingkat hilir (menjaga konsumen), namun merupakan simpul mata rantaidari hulu (menjaga produsen) hingga hilir (produsen ke konsumen).” Ia juga menyatakan bahwa,Kebijakan Raskin bukan hanya sekadar untuk pemenuhan kebutuhan RTS, namun juga untuk menjaga stabilitas harga dan inflasi yang berujung pada stabilitas perekonomian nasional.”

Sementara itu, Sri Kusumastuti menambahkan upaya perbaikan aspek program perihal pagu dan daftar penerima manfaat (DPM) sejak 2012 berdasarkan hasil beberapa studi yang menunjukkan bahwa Raskin belum mencapai seluruh indikator kinerja program, terutama sasaran penerima manfaat. Misalnya, data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2009 memperlihatkan bahwa, 40% masyarakat dengan status sosial ekonomi teratas juga masih ada yang menerima Raskin, akibatnya setiap rumah tangga hanya menerima 4 kg beras dari yang seharusnya 15 kg. ”Bahkan 15% penduduk kaya juga terima raskin,” jelasnya.

Oleh karena itu salah satu perbaikan program adalah mengeluarkan daftar penerima manfaat (DPM). DPM dianggap dapat mendukung program untuk lebih tepat sasaran karena: (1) penggunaan basis data terpadu untuk mencocokkan pagu desa dengan nama dan alamat RTS,(2) meningkatkan kesadaran masyarakat melalui penyediaan DPM.

Data BDT yang digunakan dalam DPM bersumber pada data Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011. Mengingat ada kemungkinan terjadi dinamika kependudukan, pemutakhiran DPM dimungkinkan dalam Pedoman Umum (Pedum) melalui mekanisme musyawarah desa/keluruhan (Mudes/Muskel).

“Yang terjadi saat ini, banyak kepala desa memilih untuk tidak memasang DPM karena khawatir menimbulkan keresahan di pihak masyarakat. Dilain pihak Kepala Desa juga paling sering menggunakan alasan ‘data ini dikirim dari pusat’, untuk menjelaskan kepada pihak yang tidak mendapatkan Raskin,” ujar Sri Kusumastuti Rahayu di Kantor Bulog, Jakarta, Senin lalu.

Upaya perbaikan terakhir adalah meningkatkan kesadaran atas hak penerima manfaat melalui distribusi Kartu Perlindungan Sosial (KPS) kepada RTS sejak pertengahan 2013.

Suahasil Nazara lebih lanjut mengatakan bahwa bagi kelompok miskin ke depan, Raskin tetap diperlukan sebagai instrumen penanggulangan kemiskinan/perlindungan sosial di bidang pangan. Oleh karena itu, indikator tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat harga menjadi penting dalam perlindungan – dipastikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Raskin dibagikan berbasiskan RT yang membutuhkan; mengikuti DPM agar tepat sasaran.

Lebih lanjut Suahazil merekomendasikan agar pagu Raskin Nasional diturunkan sehingga mencakup penduduk miskin saja. Sisa Anggaran RASKIN dapat dialokasikan untuk bantuan tunai – utamanya dengan syarat. Sementara itu, program stabilisasi harga terus dilaksanakan BULOG melalui operasi pasar di saat dan tempat yang tepat.

Materi presentasi Program Raskin: Upaya Meningkatkan Ketepatan Sasaran Dan Jumlah Beras Yang Diterima RTS-PM Dalam Rangka Percepatan Penanggulangan Kemiskinan dalam bentuk pdf, dapat diunduh di sini