Policy Highlights to Ensure the Sustainability of the Employment Social Security Program

07 December 2022


Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor yang cukup terdampak ketika Indonesia mengalami masa pendemi Covid-19. Pada periode tahun 2019-2020, telah terjadi penurunan peserta aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang semula berjumlah 34,2 juta menjadi 30 juta peserta. Bahkan, sejatinya jumlah tersebut hanyalah 23% dari total 128,5 juta angkatan kerja di sektor formal maupun informal.  Dari jumlah tersebut, jumlah peserta aktif di segmen penerima upah (PU) mencapai 19,6 juta peserta, sedangkan di segmen bukan penerima upah (BPU) hanya 2,5 juta peserta aktif. 

Tingginya jumlah peserta tidak aktif sekaligus jumlah kepesertaan yang berbanding terbalik dengan tinggi partisipasi pekerja di sektor informal di Indonesia mengindikasikan masih adanya persoalan sekaligus tantangan bagi pemerintah maupun BPJS Ketenagakerjaan untuk segera berbenah. Pihak-pihak terkait juga harus melakukan upaya-upaya demi mempertahankan dan memperluas kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan sebagai upaya untuk memastikan keberlanjutan program tersebut di Indonesia.

Strategi yang Bisa Dilakukan
Hingga saat ini, persoalan-persoalan inkonsistensi dan tumpang tindih di dalam regulasi masih kerap ditemukan. Bahkan, kurangnya koordinasi serta kerja sama antara pembuat dan pelaksana kebijakan membuat upaya perluasan peserta jaminan sosial ketenagakerjaan tidak berjalan dengan baik. 

Sekarang ini, pemerintah telah memulai langkah dengan perbaikan dan harmonisasi regulasi, sehingga masih ada harapan besar ke depan untuk memastikan keberlanjutan program jaminan sosial ketenagakerjaan. Selain itu. pemerintah juga harus mampu meningkatkan koordinasi antar pihak yang terlibat serta segera menyusun panduan tata kelola kelembagaan yang lebih jelas. 

Strategi lanjutan yang harus diupayakan yaitu perbaikan pendataan. Ke depan, perlu didorong sistem data yang lebih inklusif. Contohnya, pendataan dapat dibuat secara terpilah dan memasukkan kolom tambahan semisal jenis kelamin (perempuan atau laki-laki), status pekerjaan (pekerja formal atau informal), dan penyandang disabilitas. 

Data kepesertaan jaminan sosial juga perlu untuk diintegrasikan, terutama untuk data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKm). Sehingga, para pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan sedang mendorong pembangunan sistem data yang komprehensif dan integratif.

Hal lain yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberlanjutan program jaminan sosial ketenagakerjaan yaitu memastikan tingkat kepatuhan pemberi kerja atau perusahaan. Pasalnya, selama ini masih ditemukan ketidakpatuhan pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerjanya ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan dengan upah yang sebenarnya dan sesuai program yang ditentukan. 

Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan perlu mempertajam sosialisasi dan edukasi secara intensif dan masif. Selain itu, fungsi dan keberadaan pengawas juga perlu ditingkatkan untuk memperbesar kepatuhan sekaligus berfungsi dalam memberi pertimbangan bagi peserta yang diawasi. 

Perkuat Program Berjalan 
Selain strategi di atas, program-program yang telah dijalankan untuk meningkatkan kepesertaan jaminan sosial juga harus terus dievaluasi dan dioptimalkan. Misalnya, Program Perisai yang menyasar peserta skala usaha mikro kecil (UMK), Program Gerakan Nasional Peduli Perlindungan Pekerja Rentan (GN Lingkaran), Pemberian Paritrana Award kepada Pemerintah Daerah yang memiliki kinerja baik dan inovasi, Gerakan Sadar Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, serta Program Win Back yang bertujuan untuk menjangkau peserta pekerja penerima upah (PPU) untuk dapat didaftarkan kembali sebagai peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU). 

Berdasarkan Laporan Kajian Cepat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada Februari-Maret 2021 lalu, ditemukan sejumlah persoalan pada Program Perisai sehingga perlu perbaikan agar dapat meningkatkan jumlah kepesertaan. Permasalahannya antara lain, lingkup tugas Perisai yang terlalu luas masih belum sepadan dengan nilai insentif yang ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan, pelaksanaan seleksi dan pelatihan kurang terstruktur dan belum terstandarisasi sehingga praktiknya masih beragam dan berpotensi memengaruhi kinerja Perisai ke depannya. 

Selain itu, masih ditemukan penyimpangan dalam akuisisi peserta oleh Perisai. Sehingga, ke depan perlu perbaikan pedoman pelaksanaan program Perisai agar lebih jelas dan lengkap serta mudah diakses oleh berbagai pihak. BPJS Ketenagakerjaan juga harus mampu menekankan pengawasan dalam pelaksanaan program Perisai sehingga akan mampu menjadi andalan untuk menambah kepesertaan sekaligus memastikan keberlanjutan program jaminan sosial ketenagakerjaan.