Strengthening the Distribution of Government to Person Program (G2P Program) Using Fintech

20 April 2021



Gambar 1. Narasumber webinar Pemanfaatan Fintech dalam Program Bantuan Pemerintah Kepada Masyarakat (G2P Program): A Closer Look
Sumber: TNP2K, 2021

Penyaluran bantuan sosial oleh pemerintah—dikenal juga dengan Government-to-Person (G2P)—yang berbasis digital terus digencarkan karena dianggap optimal dalam pelaksanaannya. Untuk membahas lebih lanjut mengenai bantuan sosial menggunakan teknologi keuangan (Fintech), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyelenggarakan webinar "Pemanfaatan Fintech dalam Program Bantuan Pemerintah Kepada Masyarakat (G2P Program): A Closer Look” pada 26 Maret 2021. Webinar ini merupakan tindak lanjut dari peluncuran Joint Policy Paper “Modernisasi Government to Person (G2P) Melalui Solusi Financial Technology (Fintech) di Indonesia” yang merupakan hasil kolaborasi antara AFTECH, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Secara keseluruhan, webinar ini menjelaskan hasil studi kolaborasi dan tanggapan dari kementerian/lembaga lain terkait dengan pemanfaatan fintech dan program bantuan sosial, seperti Kementerian Sosial, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Suprayoga Hadi, selaku Sekretaris Eksekutif TNP2K, turut hadir dalam webinar ini untuk memberikan pidato kunci. Dalam pidato kunci tersebut, Suprayoga menyampaikan bahwa kajian mengenai fintech sebelumnya telah dilakukan oleh TNP2K sejak tahun 2012 dan terus ditingkatkan hingga sekarang secara bertahap, terutama pada masa pandemi Covid-19. Selain itu, Suprayoga juga menekankan bahwa penyaluran berbasis digital ini merupakan sebuah instrumen kebijakan yang harus diterapkan dan bukan sebagai sebuah pilihan.

Sebelum memulai sesi pemaparan dari pembicara, webinar ini dibuka oleh moderator, Kurie Suditomo yang merupakan Senior Public Initiatives & Strategy Manager OVO. 

Selanjutnya, paparan mengenai modernisasi G2P melalui fintech dan hasil dari Joint Policy Paper  disampaikan oleh Turro Wongkaren selaku Kepala Lembaga Demografi UI. Turro menyampaikan bahwa berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, penyaluran Program G2P yang selama ini menggunakan metode kartu debit, dianggap masih memiliki banyak keterbatasan dan berbagai hal yang dapat menghambat proses penyaluran bantuan, sehingga diperlukan adanya transformasi.  Turro juga turut memaparkan hasil uji coba dari beberapa metode penyaluran bantuan dan hasil ujicoba tersebut menunjukkan bahwa fintech dengan menggunakan mekanisme e-KYC pada autentikasi biometrik wajah merupakan metode penyaluran yang terbaik. Penyaluran bantuan Program G2P melalui Fintech ini dinilai efisien dan efektif baik dari sisi penyelenggara maupun dari sisi penerima manfaat.  Selain itu, hasil dari kajian ini menunjukkan terdapat hubungan positif penggunaan fintech dalam G2P. Namun, masih perlu adanya diskusi lebih lanjut mengenai beberapa hal terkait masalah internet, biaya, dan kerahasiaan data.

Meski penggunaan fintech dalam penyaluran program G2P ini dinilai optimal, tentu masih ada tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan evaluasi agar penyaluran dengan metode ini dapat berjalan lebih baik lagi. Beberapa tantangan tersebut disampaikan oleh representasi dari Bank Indonesia, Ricky Satria. Tantangan-tantangan yang harus dihadapi tersebut diantaranya adalah metode sosialisasi dan edukasi penggunaan kanal baru yang efisien dan efektif, belum mendukungnya regulasi dan petunjuk teknis model digitalisasi, serta kepercayaan terhadap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam keleluasaan penggunaan dana sesuai kebutuhannya. Menurut Ricky, KPM ini juga harus diberi keleluasaan menggunakan uangnya. 

Tantangan lain dalam implementasi penyaluran program ini disampaikan oleh Rachmat Koesnadi selaku Direktur Jaminan Sosial Keluarga Kementerian Sosial. Rachmat mengatakan bahwa terdapat masalah dalam validasi data dan ketidaksinkronan data antara Dinas Dukcapil di daerah dengan Ditjen Dukcapil di tingkat pusat. Terkait dengan permasalahan data ini, Dino Milano Siregar yang merupakan Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, menyampaikan bahwa Fintech dapat mencocokkan KPM dengan data dukcapil. Saat ini sekitar 5% datanya masih menumpuk dan diharapkan dengan platform e-KYC data yang menumpuk tersebut dapat mengecil.

Agar implementasi penyaluran program G2P ini berjalan semakin baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan, tantangan dan hambatan perlu ditangani dan diselesaikan. Seperti yang disampaikan oleh Maliki selaku Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas, salah satu hal mendasar yang perlu diperhatikan adalah edukasi kepada masyarakat miskin dan rentan, seperti kelompok lansia dan disabilitas. Maliki menambahkan beberapa masukan yang dapat menguatkan penyaluran program G2P menggunakan fintech, yaitu memudahkan akses digital itu sendiri, penguatan jaringan agen nonbank untuk meningkatkan kualitas pelayanan, dan pengembangan desain keuangan yeng lebih sederhana. 

Webinar ini ditutup dengan tanggapan akhir oleh Suprayoga Hadi yang menyatakan bahwa untuk memastikan kelancaran penyaluran program G2P perlu adanya pengoptimalan pada Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) yang saat ini masih terdapat kendala. Agar program ini dapat dirasakan oleh semua yang memenuhi syarat hingga ke pelosok daerah terpencil, perangkat desa juga  harus diikutsertakan sehingga tidak hanya pemerintah daerah saja yang terlibat karena jangkauan dari pemerintah daerah yang juga terbatas. (KM)