BPUM Policy: Efforts to Maintain Micro Enterprises During the COVID-19 Pandemic

14 October 2021


Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 menimbulkan krisis ekonomi yang berdampak pada berbagai sektor ekonomi nasional. Menurut Wakil Presiden Ma’ruf Amin, krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi kali ini berbeda dengan krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 di Indonesia. Pelemahan aktivitas ekonomi tidak hanya terjadi pada sektor formal. Sektor informal, secara spesifik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menjadi pihak yang terdampak. Pembatasan sosial berskala besar mendisrupsi aktivitas ekonomi UMKM untuk secara bebas melakukan pergerakan, misalnya aktivitas jual beli yang banyak dilakukan secara langsung dan tatap muka. 

Badan Pusat Statistik1 mencatat setidaknya sekitar 84% usaha mikro kecil (UMK) menyatakan mengalami penurunan pendapatan di mana penurunan permintaan/daya beli konsumen merupakan salah satu faktor utama. Hasil survei yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB)mengonfirmasi kondisi penurunan produksi karena lemahnya permintaan produk. ADB juga secara spesifik memberikan gambaran terkait dampak yang dihadapi oleh usaha mikro, di mana sekitar 50% pelaku usaha mikro terpaksa menutup usahanya sementara dan setengah sisanya tetap menjalankan usaha namun dengan omzet yang menurun.

Pemerintah Indonesia mengupayakan berbagai strategi melalui kebijakan untuk menanggulangi dampak pandemi bagi unit usaha. Program Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM) merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan dalam upaya membantu unit usaha mikro merespon dampak pandemi. Program BPUM pertama diluncurkan oleh Presiden RI pada 14 Juli 2020.

BPUM merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden mengenai skema bantuan bagi pelaku UMKM yang terdampak COVID-19 dengan kategori miskin dan rentan. BPUM dijadikan sebagai salah satu alokasi prioritas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk membantu keuangan dan menjaga keberlangsungan usaha rumah tangga/ usaha mikro. 

Beberapa lembaga seperti Dinas Koperasi dan UKM di daerah, Kementerian/Lembaga, Perbankan, dan BUMN/BLU berperan aktif dalam penyaluran bantuan sebagai lembaga pengusul, sosialisasi, maupun sebagai penyalur bantuan. Program BPUM diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah bagi Pelaku Usaha Mikro.

Dalam implementasi penyaluran, program BPUM dari tahun 2020 ke tahun 2021 mengalami beberapa penyesuaian. Penyesuaian program dilaksanakan dalam upaya perbaikan implementasi di lapangan. Penyesuaian tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Penyaluran Bantuan Pemerintah bagi Pelaku Usaha Mikro. 

Perubahan prosedur penerimaan BPUM diatur selanjutnya pada Petunjuk Pelaksanaan BPUM Nomor 3 Tahun 2021. Pada tahun 2020, prosedur pengajuan calon penerima BPUM langsung berada dibawah kewenangan Kementerian Koperasi dan UKM. Kemudian pada tahun 2021, prosedur pemrosesan calon penerima BPUM dialihkan kepada dinas kabupaten/kota yang diteruskan kepada dinas provinsi/DI, kemudian diteruskan pada Kementerian Koperasi dan UKM. Sedangkan untuk prosedur selanjutnya tidak terdapat perubahan. Kemudian penyempurnaan lain diimplementasikan pada syarat penerima program BPUM. 

Pada pelaksanaan program BPUM tahun 2021, kemudahan penyaluran bantuan berusaha ditingkatkan dengan menggandeng Bank BRI, BNI, dan BPD sebagai lembaga penyalur dana BPUM.  Untuk memastikan ketepatan sasaran penerima,  persyaratan penerima BPUM untuk tahun 2021 ditambahkan dengan keharusan calon penerima melampirkan surat keterangan usaha dari kepala desa/lurah sebagai salah satu bentuk usulan calon penerima bantuan3. Adapun nominal bantuan yang diterima yaitu sebesar Rp1,2 juta untuk setiap pelaku usaha, berbeda dari program tahun 2020 yaitu sebesar Rp2,4 juta. 

Secara teknis, program BPUM pada tahun 2021 merupakan kelanjutan dari program tahun sebelumnya. Program BPUM tahun 2021 diharapkan dapat membantu penerima bantuan existing maupun calon penerima baru untuk dapat terbantu dari sisi permodalan/keuangan. Hal tersebut terlihat dari kategori penerima bantuan, di mana untuk tahun 2021 kategori penerima terdiri dari i) Pelaku Usaha Mikro (PUM) penerima tahun 2020 yang telah mencairkan dana program BPUM, ii). PUM penerima tahun 2020 yang tidak mencairkan dana BPUM, dan iii) PUM belum pernah menerima dana program BPUM baik periode usulan tahun 2020 maupun 2021.

Dalam rangka melihat efektivitas penyaluran program BPUM Tahun Anggaran 2020, Kementerian Koperasi dan UKM selaku penanggung jawab program BPUM bersama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melakukan kegiatan pemantauan. Kegiatan pemantauan juga sangat didukung oleh Lembaga Pengusul, Lembaga Penyalur, dan Dinas Koperasi dan UKM. Pemantauan dilaksanakan sepanjang Oktober – November 2020 pada beberapa wilayah yang dijadikan sampel, antara lain Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan dengan total 1.261 responden (pelaku usaha mikro) dan 93 informan (stakeholder terkait). 

Dari hasil pemantauan yang dilakukan, diperoleh informasi mengenai profil penerima BPUM dan alokasi penggunaan dana BPUM oleh penerima. Sebagian besar penerima BPUM adalah pedagang eceran yang sudah berdiri lebih dari satu tahun, perempuan berusia produktif yang sebagian besar berdomisili di perkotaan, memiliki cadangan kas terbatas dengan omzet kurang dari 15 juta per bulan, dan hanya sebagian kecil yang memiliki surat izin NPWP. Kemudian dana bantuan program dialokasikan untuk keperluan produktif seperti untuk membeli bahan baku (88,5%), alat produksi (23,4%), dan membayar gaji pegawai (2,1%).

Hasil pemantauan juga menangkap bahwa kebijakan bantuan keuangan yang diberikan memiliki peran dan potensi bagi pengembangan kapasitas usaha. Penggunaan bantuan yang sebagian besar dialokasikan untuk keperluan produktif mengonfirmasi bahwa program BPUM bermanfaat sebagai penyangga sementara (buffer) dalam mengurangi dampak negatif dari penurunan pendapatan akibat adanya pembatasan sosial/pandemi. Program BPUM juga dilihat sebagai momentum perbaikan data UMKM bagi ketepatan pensasaran penyaluran bantuan dan sebagai pendorong agar penerima BPUM dapat terkoneksi dengan sistem perizinan, sertifikasi, dan perpajakan. Selain itu, penerima bantuan program BPUM juga berpotensi untuk diintegrasikan dengan program pemerintah lainnya, seperti menghubungkan penerima BPUM dengan program KUR Super Mikro, pelatihan peningkatan kapasitas, ataupun akses ke pemasaran. (AD) 

---
[1] Badan Pusat Statistik. 2020. Analisis Hasil Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha.
[2] ABD. 2021. Covid-19 Impact on Micro, Small, and Medium-Sized Enterprises and Post-Crisis Actions.
[3] Persyaratan lainnya antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan keterangan bahwa calon penerima bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai BUMN, atau Pegawai BUMD.

Produk pengetahuan rujukan dan infografis artikel ini dapat diakses melalui tautan berikut:
1. Produk Pengetahuan: Mempertahankan Usaha Mikro Pada Masa Pandemi COVID-19
2. Infografis: Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM) Sebagai Upaya Mempertahankan Usaha Mikro Pada Masa Pandemi COVID-19