Islamic Social Finance Innovation to Encourage Elimination of Extreme Poverty in Indonesia

01 February 2023


Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mencatat, potensi zakat dari para muzakki atau orang yang wajib mengeluarkan zakat mencapai Rp 327,6 triliun pada 2020 lalu. Rinciannya, sekitar Rp 144,5 triliun berasal dari zakat penghasilan, Rp 144,5 dari zakat perusahaan, Rp 58,76 dari zakat uang, serta sisanya berasal dari kewajiban zakat pertanian dan peternakan. Namun, realisasi zakat yang telah berhasil dikumpulkan oleh lembaga formal hanya mencapai Rp 12,72 triliun atau setara 3,7% dari total potensi.

Sedangkan potensi wakaf berupa tanah luasnya mencapai 55.672,62 hektare (ha) yang tersebar di 421.734 lokasi. Sebagian besar dari tanah tersebut tergolong produktif dan bernilai ekonomis tinggi. Sayangnya, pemanfaatan tanah wakaf produksi masih mini dan hanya seluas 4% di 1.402 lokasi. Bahkan, realisasi penghimpunan wakaf uang pada 2020 silam hanya mencapai Rp 819,39 miliar, atau masih terbilang jauh ketimbang potensi wakaf uang yang diproyeksikan bisa bernilai Rp 180 triliun saban tahun.

Dengan melihat tingginya potensi tersebut sekaligus adanya upaya untuk merealisasikan penghapusan kemiskinan ekstrem 0% pada 2024 depan, maka diperlukan inovasi kebijakan yang harus didorong pemerintah melalui Tim Nasional Percepatan pengentasan Kemiskinan (TNP2K). Sehingga, keuangan sosial Islam bisa berkolaborasi dengan institusi pengentasan kemiskinan lainnya dalam memberikan kontribusinya dalam program mengentaskan kemiskinan ekstrem.

Perspektif Kemiskinan dalam Islam

Jumlah kemiskinan ekstrem di Indonesia per Maret 2022 mencapai 2,04% atau setara dengan 5,59 juta jiwa, angka tersebut turun 0,1% ketimbang data pada periode yang sama tahun lalu sebesar 2,14%. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Tanah Air pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau sebesar 9,54% dari total seluruh penduduk Indonesia.

Dalam agama Islam, kemiskinan bersifat multidimensi, hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Shollallahu Alaihi wasallam bahwa hakikat kaya adalah bukan dilihat dari banyaknya harta, namun berasal dari kekayaan hati. Seseorang berpotensi untuk bisa meningkatkan kehidupan atau kekayaan spiritualnya lewat peningkatan materi.

Meskipun di dalam sumber hukum Islam telah memberikan pedoman yang membedakan kelompok orang miskin dan non-miskin, namun definisi kemiskinan jarang dibahas secara konkret. Sehingga, sebagian besar ulama mengartikan kemiskinan melalui konsep kebutuhan atau needs serta tidak menentukan batasan moneter dalam menentukan status kemiskinan.

Lebih detail, Imam Syafii menjelaskan bahwa kemiskinan merupakan konsep yang relatif serta ditentukan budaya dari komunitas atau masyarakat setempat. Imam Hambali juga berpendapat, otoritas setempat wajib hukumnya untuk memberikan bantuan agar orang yang dimaksud bisa memenuhi kebutuhannya tanpa kelebihan.

Dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia, kontribusi zakat boleh dibilang punya pengaruh yang cukup positif. Baznas dalam kajiannya mencatat, penurunan kemiskinan di kalangan mustahik mencapai 31% dalam satu tahun. Bahkan kesenjangan kemiskinan, baik secara nominal maupun nilai indeks juga ditemukan menurun. Sehingga, hal tersebut memberikan bukti kuat bahwa lembaga zakat telah berkontribusi positif dalam mendorong pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial di Indonesia.

Dalam perjalanannya, Indonesia telah memiliki sekitar 608 organisasi pengelola zakat (OPZ) alias amil zakat, sedangkan jumlah nazir wakaf uang mencapai 272 lembaga. Selain lembaga tersebut, perkembangan keuangan syariah melalui lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) atau yang biasa disebut baitul maal wat tamwil (BMT) juga terus berkembang dan menunjukkan kinerja yang relatif baik. Asosiasi BMT Indonesia memiliki 324 anggota BMT dengan 3 juta anggot, di mana total aset BMT mencapai Rp 12 triliun dan deposito Rp 10 triliun dengan jumlah pembiayaan senilai Rp 7,82 triliun.

Upaya Kolaborasi dan Tantangan

Keuangan Islam sudah saatnya mengambil peran yang lebih besar dalam kolaborasi bersama-sama pemerintah, kalangan akademisi, serta stake holder lainnya untuk berjibaku pada program penghapusan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Sebagaimana hasil kajian The Word Financial, keuangan sosial Islam Indonesia punya peluang yang cukup besar untuk terus berkembang di Indonesia. Maklum, selain potensi keuangan sosial Islam yang tinggi, jumlah populasi penduduk muslim Indonesia yang juga merupakan yang terbanyak di dunia.

Adapun beberapa inovasi dan kolaborasi yang dapat dilakukan salah satunya dengan memperkuat pembiayaan keuangan Islam. Yakni, melalui perpaduan keuangan sosial dan keuangan komersial Islam atau yang dikenal dengan istilah Islamic blended finance dengan instrumen Cash Waqf Link Sukuk (CWLS).

Namun demikian, untuk dapat mengembangkan keuangan sosial Islam di Tanah Air masih ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi dan patut menjadi perhatian bersama. Di antaranya, literasi rendah meskipun tingkat kesadaran masyarakat terbilang tinggi, tata kelola serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mencakup amil zakat, nazhir wakaf, dan pengelola LKMS masih sangat terbatas.

Selain itu, kurangnya infrastruktur berupa akses modal kurangnya integrasi lintas sektor keuangan Islam juga menjadi tantangan yang perlu segera dijawab. Sehingga, keuangan Islam selaku inovasi untuk mendorong penghapusan kemiskinan ekstrem 0% bisa berjalan optimal.