30 July 2013


Salah satu aspek penting dalam implementasi sebuah kebijakan yang baik adalah adanya sosialisasi atau penyadaran kepada publik yang komprehensif tentang apa dan bagaimana mekanisme kebijakan tersebut. Hal tersebut yang mendasari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melakukan diskusi dan sosialisasi langsung dengan kalangan media massa di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya provinsi Sumatera Utara.

Sosialisasi yang dilakukan adalah untuk menjelaskan kepada publik melalui media massa dan aparat pemerintah daerah tentang dinamika Program Percepatan dan Perluasan Penanggulangan Kemiskinan (P4S) sebagai konsekuensi dari penyesuaian harga BBM bersubsidi. Salah satu isu yang akhir-akhir ini menarik perhatian media massa dan publik adalah tentang Kartu Penanggulangan Sosial (KPS), dan bentuk kompensasi kepada masyarakat miskin dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Masalah yang kemudian muncul adalah mengapa BLSM masih diberikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak tepat sasaran. Memang kondisi ini terjadi secara nyata di masyarakat, akibatnya persepsi masyarakat terhadap BLSM dianggap tidak tepat sasaran. Pertanyaan seperti itu juga mengemuka pada diskusi media yang mengambil tema “Solusi Masalah Kepesertaan dan Pemutakhiran Data KPS” yang berlangsung di Medan, 25 Juli 2013.

Ari A. Perdana, salah seorang Tim Monitoring dan Evaluasi yang mewakili TNP2K, menjelaskan bahwa tepat atau tidak tepat sasaran tidak bisa ditentukan secara kasat mata. Terdapat lebih dari 20 variable pendukung untuk menentukan sebuah rumah tangga berhak atau tidak mendapatkan BLSM. “Tidak hanya dilihat dari kondisi fisik tempat tinggal atau kepemilikan aset seseorang tetapi juga faktor faktor pendukung lain seperti pekerjaan kepala rumah tangga sampai jumlah tanggungannya” papar Ari Perdana.

Namun yang disayangkan, akibat adanya indikasi ketidaktepatan sasaran, muncullah protes, kisruh, bahkan konflik saat penyaluran BLSM ini. Padahal sebenarnya, pemerintah juga telah menawarkan solusi jika masalah-masalah seperti ini terjadi yaitu melalui mekanisme musyawarah desa (Musdes) atau musyawarah kelurahan (Muskel). Mekanisme ini bertujuan untuk memfasilitasi perbaikan penetapan sasaran KPS jika terjadi ketidaktepatan penerima manfaat di lapangan. “Dalam mekanisme pemutakhiran ini, kita mendorong dijalankannya prinsip bottom up, yaitu melalui Musdes atau Muskel” tambah Ari Perdana. Selain melalui Musdes atau Muskel jika pemerintah daerah memiliki alokasi dana yang cukup pada APBD nya, maka mereka dimungkinkan untuk menambah jumlah penerima BLSM tergantung kemampuanya.

Sementara itu, dalam pembukaan diskusi media ini, Assyahril Pulungan, Kepala Bidang SDM dan Sosial Budaya, Bappeda Provinsi Sumatera Utara, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada TNP2K yang telah menyelenggarakan sosialisasi kepada media seperti ini. Karena dengan sosialisasi ini media dapat memberikan informasi yang layak dan membuat masyarakat paham tentang BLSM.

Menurut data resmi, penerima BLSM di Sumatera Utara berjumlah 746.229 Rumat Tangga, dan pihak pemerintah provinsi berharap agar penyalurannya tepat sasaran maka diperlukan pengawasan dari dari semua pihak, termasuk media massa.