03 August 2013


Indonesia dinilai lebih unggul soal akurasi data penerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat dan Kartu Perlindungan Sosial dibandingkan beberapa negara yang melakukan program bantuan sosial berbasis rumah tangga.

“Dalam berbagai pengalaman negara lain, menarik untuk dicermati bahwa penetapan sasaran di berbagai negara yang melakukan program bantuan sosial berbasis rumah tangga tidak pernah mencapai tingkat keakuratan 100 persen,” kata Koordinator Pokja Pengendali Program Bantuan Sosial Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sri Kusumastuti Rahayu di Jakarta, Senin (29/7/2013) malam.

Sri mengatakan, program “SUF cash transfer” di Chili, yang juga menyasar 40% penduduk dengan status sosial ekonomi terendah, hanya dapat mencapai tingkat keakuratan sekitar 83%.

Sementara itu, lanjut Sri, di Meksiko, dengan tipologi penduduk dan sebaran tingkat kesejahteraan yang mirip dengan Indonesia, hanya mencapai tingkat keakuratan penetapan sasaran sebesar 62,4% pada program “Progress Conditional Cash Transfer”.

Menurut Sri, selama KPS dan BLSM didistribusikan di Indonesia, terdapat sekitar 10% dari 15,5 juta rumah tangga miskin yang melaporkan bahwa rumah tangganya bukan sasaran yang tepat untuk menerima bantuan tersebut dan mengembalikan KPS/ BLSM yang diberikan.

Sri mengemukakan, terkait penetapan sasaran, sejumlah perbaikan dalam metodologi pencacahan maupun pemeringkatan telah dilakukan guna memperoleh sumber data rumah tangga sasaran yang lebih baik.

“Meskipun perbaikan mekanisme penetapan sasaran Penerima KPS/BLSM telah diperbaiki, namun terdapat beberapa hal yang dapat memengaruhi proses penetapan sasaran tersebut, yaitu bahwa perbedaan siapa yang berhak dan tidak berhak menerima KPS, tidak bisa dilihat secara kasat mata tanpa penelusuran,” kata Sri.

Selain itu, lanjut Sri, adanya kemungkinan kesalahan pada saat pencacahan sehingga terjadi kesalahan inklusi dan ekslusi, sehingga menyebabkan rumah tangga yang berhak menerima KPS terlewatkan dan yang tergolong mampu justru terdaftar sebagai penerima.

“Karena faktor tersebut tidak dapat dihindari, maka solusi pemutakhiran data yang melibatkan aparat desa/kelurahan dan masyarakat melalui mekanisme musyawarah harus didorong pelaksanaannya agar KPS benar-benar diterima oleh rumah tangga yang berhak,” ujar Sri.

Sumber: JIBI/Harian Jogja/Antara


Materi presentasi terkait dapat di lihat di sini.