The Impact of the Pandemic Crisis and Social Protection Efforts on Women

13 November 2020


Dampak dari pandemi yang saat ini terjadi bukan hanya menyoal isu kesehatan, namun juga telah terjadi kondisi gawat darurat pada berbagai sektor kehidupan.  Salah satu kelompok masyarakat rentan yang terdampak cukup signifikan akibat pandemi ini adalah perempuan. Perubahan mobilitas akibat pandemi ini cenderung menambah beban domestik para perempuan. 

Pada hari Jum’at 13 November 2020, Yayasan Bina Swadaya melaksanakan Kegiatan Bincang-Bincang Wisma Hijau yang bertemakan “Dampak Krisis Pandemi Terhadap Perempuan, Sektor Informal, dan Kewirausahaan: Pemulihan Ekonomi yang Berkeadilan dan Berkelanjutan”. Salah satu narasumber dalam webinar ini adalah Sri Kusumastuti Rahayu yang merupakan Ketua Tim Kebijakan Perlindungan Sosial Sekretariat TNP2K.


Gambar 1. Paparan TNP2K pada Webinar Dampak Krisis Pandemi Terhadap Perempuan, Sektor Informal, dan Kewirausahaan: Pemulihan Ekonomi yang Berkeadilan dan Berkelanjutan
Sumber: TNP2K, 2020

Sri Kusumastuti Rahayu atau yang lebih sering disapa dengan nama Kus, memaparkan materi yang membahas mengenai perlindungan sosial di masa pandemi Covid-19, dimulai dari penjelasan demografi dan status sosial ekonomi penduduk Indonesia, lalu apa saja dampak dari pandemi Covid-19 dan setelah itu penjelasan terkait perlindungan sosial yang ada sebelum dan sesudah pandemi.

Berdasarkan kalkulasi TNP2K dari data Susenas 2019, diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar Indonesia saat ini adalah kelompok produktif (19-59 tahun) dan kelompok lansia (60 tahun keatas) yang telah mendekati 10% total populasi. Perempuan usia produktif sendiri lebih banyak tersebar pada kelompok ekonomi atas dan mayoritas (sekitar 60%) perempuan usia produktif tersebut berstatus kawin/nikah. 

Para perempuan usia produktif yang tercatat dalam DTKS ini mayoritas tidak bekerja. Tercatat hanya 36% perempuan usia produktif yang bekerja, dan juga 33,9% perempuan lansia masih bekerja dan utamanya para perempuan bekerja di sektor pertanian dan perdagangan. 

Pada situasi pandemi ini, berdasarkan survey dari Bank Dunia, sekitar 24% pencari nafkah utama dalam rumah tangga harus berhenti bekerja. Strategi rumah tangga dalam menyikapi hal ini diantaranya adalah dengan mengurangi beban non-makanan dan makanan serta melakukan kegiatan untuk menambah pendapatan dengan memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) seperti membuka warung dan berjualan kue. 

Strategi-strategi rumah tangga ini sebagian besar diinisiasi dan dilaksanakan oleh perempuan. Ini juga sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh BPS pada Agustus 2020 dimana pada masa pandemi, tingkat penggangguran laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Padahal sebelumnya laki-laki dan perempuan mengalami tingkat pengangguran yang kurang lebih sama. Maka dari itu gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa perempuan dan kegiatan ekonomi informal berperan sebagai “bantalan” bagi rumah tangga untuk bertahan selama masa pandemi ini. 

Selain itu, pada masa pademi ini mobilitas masyarakat lebih banyak dihabiskan di rumah seperti bekeja dari rumah dan bersekolah dari rumah. Hal ini menunjukkan bahwa selain peremuan harus bisa menyusun strategi-strategi untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan rumah tangga, perempuan juga dituntut harus bisa mengurus pekerjaan domestik Ibu rumah tangga yang cenderung bertambah seperti membimbing anak sekolah online dan lain sebagainya. 

Agar dapat membantu golongan kelompok rentan dengan lebih maksimal, Kus menjelaskan bagaimana kita perlu mendorong adanya program perlindungan sosial sepanjang hayat agar perlindungan sosial yang ada dapat merangkul seluruh lapisan masyarakat termasuk kelompok rentan seperti perempuan yang termasuk dalam kelompok missing middle akibat pandemi Covid-19 ini. Perlindungan sosial yang ada saat ini hanya menyasar kepada kelompok miskin di 40% terbawah garis kemiskinan.

Pemerintah sendiri sudah mengupayakan beberapa program bantuan sosial dan jaminan sosial yang merespons dampak pandemi Covid-19 diantaranya adalah tambahan 4,8 juta KPM untuk program sembako, program keluarga harapan, tagihan listrik gratis bagi pengguna 450VA, program kartu pra kerja, dan lain-lain.

Pada webinar ini turut hadir sebagai narasumber yaitu Medelina K. Hendytio, Deputy Executive Director CSIS, dan Baihajar Tualeka, LAPPAN Ambon, serta dimoderatori oleh Leya Cattleya dari EMPU Indonesia. Webinar berlangsung dengan baik dan penuh antusias dari para peserta yang berasal dari berbagai macam latar belakang. (KM)