Streamlining Extreme Poverty Elimination Program Interventions

02 February 2023


Kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai kondisi ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, minuman, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi yang tidak hanya terbatas pada pendapatan, tapi juga akses terhadap layanan sosial. Indikator kemiskinan ekstrem adalah penduduk yang memiliki pendapatan di bawah $ 1,91 per kapita per hari atau setara Rp 10.739 per kapita per hari. Di Indonesia, hingga 2021, tingkat kemiskinan ekstrem sebesar 4 % atau sekitar 10,8 juta jiwa. Artinya, masih ada pekerjaan rumah bagi Indonesia untuk mengentaskan angka kemiskinan di Tanah Air.

Menuju kemiskinan ekstrem 0 % di 2024, pemerintah sudah menyiapkan empat skenario utama. Pertama, pemulihan pertumbuhan ekonomi; kedua, stabilitas harga kebutuhan bahan pokok; ketiga, tingkat akurasi penetapan sasaran yang tinggi; dan keempat, kolaborasi dan komplementaritas pelaksanaan program. 

Pemulihan pertumbuhan ekonomi sekarang ini mengalami tantangan berat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia dan laju inflasi masih terjaga, ekonomi masih dihadapi ketidakpastian global, seperti pandemi yang belum sepenuhnya tuntas, termasuk konflik Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Sementara stabilitas harga kebutuhan pokok, usaha keras yang dilakukan pemerintah, beberapa di antaranya adalah menggerakkan BUMN untuk menyerap produk-produk pertanian, termasuk menjaga ketahanan stok beras agar harga beras tidak melambung tinggi.

Tantangan yang paling krusial adalah bagaimana penyaluran program bantuan sosial, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat miskin, bisa tepat sasaran. Berdasar pembelajaran intervensi kemiskinan ekstrem tahap I, ditemukan bahwa program ini belum dapat optimal lantaran masih tingginya persentase keluarga di desil 1 yang belum menerima bantuan sosial. Di desil ini, kelompok yang belum menerima bantuan sosial rutin tercatat sebanyak 42,47 %. Adapun yang belum menerima top up bantuan sosial, seperti BLT dana desa dan bantuan sembako, tercatat sebanyak 90,7 %.

Agar akurasi penetapan sasaran menjadi tinggi, ada lima skenario intervensi program untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan ekstrem. Intervensi program ini penting, sebab apabila penurunan kemiskinan ekstrem dilakukan tanpa intervensi program, pada 2024 nanti angkanya tidak bisa diharapkan kurang dari 1 %, alih-alih 0 %. Diperkirakan kemiskinan ekstrem akan turun menjadi 2,28 % di 2024 apabila dilakukan tanpa intervensi program.

Lima Skenario Intervensi
Adapun kelima skenario intervensi program yang sudah ditetapkan, pertama; perluasan program sembako; kedua, menggalakkan program Padat Karya Tunai Desa (PKTD); ketiga, program PKTD K/L; keempat, pemasangan daya listrik; dan kelima, konvergensi sembako, PKTD, dan PKTD K/L. 

Dengan asumsi pelaksanaan program 100 % tepat sasaran, penyaluran sembako diperkirakan dapat menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi 1,55 % di 2024. Dengan nilai manfaat Rp 200.000 per bulan, dan perkiraan jumlah keluarga penerima manfaat sebanyak 4,06 juta keluarga, maka anggaran yang dibutuhkan adalah sekitar Rp 9,75 triliun. Demikian juga program PKTD yang apabila dilakukan tepat sasaran 100 % diperkirakan bisa menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi 1,41 % di 2024. Jumlah sasaran program ini sekitar 3,8 juta jiwa dengan nilai Rp 50.000 per hari sehingga anggaran yang dibutuhkan adalah Rp 11,64 triliun dalam setahun. Serupa dengan program PKTD, untuk PKTD K/L membutuhkan anggaran Rp 6,98 triliun setahun yang ditujukan kepada 3,8 juta jiwa sasaran dengan nilai manfaat Rp 50.000 per hari. Apabila diasumsikan 100 % tepat sasaran, program ini bisa menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi 1,63 % di 2024.

Dana lebih kecil dibutuhkan untuk skenario pemasangan daya listrik terhadap 133.744 keluarga dengan daya 450 VA yang per keluarga nilai manfaatnya Rp 230.500. Dengan demikian, anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 30 miliar setahun. Adapun apabila dilakukan tepat sasaran 100 %, angka kemiskinan ekstrem menurun menjadi 2,27 % di 2024. 

Capaian tertinggi penurunan angka kemiskinan ekstrem terjadi apabila skenario konvergensi perluasan program sembako, PKTD, PKTD K/L, dan pemasangan daya listrik dilakukan bersama dan diasumsikan tepat sasaran 100 %. Hasilnya adalah angka kemiskinan ekstrem bisa turun menjadi 0,76 % di 2024. Hanya saja, syarat agar skenario terbaik ini bisa terwujud, dibutuhkan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga lewat pelaksanaan program yang lebih efektif dan efisien. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah menjadi sangat krusial demi memastikan penyaluran bantuan sosial bisa tepat sasaran. Sebab, mereka lah yang mengetahui persis penduduk yang berhak mendapat bantuan sosial tersebut.